Jumat, 31 Mei 2013

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAH STRUKTUR TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH ILMU PENGELOLAAN TANAH
PENETAPAN STRUKTUR TANAH





Oleh
ALI MAHBUB SUYUTI
NPM 2110310020





FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
TAHUN 2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang.
Struktur tanah merupakan sifat yang sangat penting dan berkaitan dengan sifat fisik lainya seperti, kemampuan tanah dalam menahan air,  drainase, aerase, perkembangan akar tanaman, mudah tidaknya tanah diolah dan akhirnya berpengaruh pula pada tingkat kesuburan tanah.
Tanah yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah tanah yang berstruktur mantap. Struktur tanah yang mantap dapat terjadi karena adanya interaksi berimbang dari berbagai faktor, antara lain : butiran tanah, (Soil particle) bahan pengikat (cementing material) dan aktivas biologi. Itu sebabnya mengapa struktur tanah mampu menggambarkan tingkat kesuburan tanah, sehingga struktur tanah penting diketahui untuk memilih tanah yang baik dan memberikan perlakuan yang tepat bagi tanah yang strukturnya kurang baik dalam upaya mendapatkan hasil pertanian yang optimal.

1.2  Maksud dan Tujuan
·        Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang struktur tanah.
·        Melatih mahsiswa untuk dapat melakukan percobaan penentuan struktur tanah dengan baik dan benar.
·        Untuk mengetahui tingkat kemantapan suatu agregat tanah.
·        Agar mahasiswa mampu menghitung volume rata-rata air dan Energi potensial yang diperlukan untuk menghancurkan agregat tanah.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis.
Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil ( mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.
Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor)

Pembentukan Agregat
Menurut Gedroits (1955) ada dua tingkatan pembentuk agregat tanah, yaitu:
1. Kaogulasi koloid tanah (pengaruh Ca2+) kedalam agregat tanah mikro.
2. Sementasi (pengikat) agregat mikro kedalam agregat makro.
Teori pembentukan tanh berdasarkan flokulasi dapat terjadi pada tanah yang berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh air hujan atau pada tanah sawah. Menurut utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa retakan terjadi karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat.
Struktur tanah terbentuk melalui Agregasi berbagai partikel tanah yang menghasilkan bentuk/susunan tertentu pada tanah.Struktur tanah juga menentukan ukuran dan jumlah rongga antar partikel tanah yang mempengaruhi pergerakan air,udara,akar tumbuhan,dan organisme tanah.Beberapa jenis struktur tanah adalah remah,butir(granular), lempeng, balok,prismatik,dan tiang.
Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik. Agregat yang baik terbentuk karena flokuasi maupun oleh terjadinya retakan tanah yang kemudian dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara kimia atau adanya aktifitas biologi. (http://taeki29.blogspot.com/2010/03/struktur-tanah.html)





Macam macam bentuk struktur tanah
1.      Bentuk lempeng (platy)
Memiliki sumbu vertikal < daripada sumbu horisontal, biasanya banyak dijumpai di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
2.      Prisma.
Memiliki sumbu vertikal > daripada sumbu horisontal dan bagian atasnya rata, biasanya banyak ditemukan di horison B tanah daerah iklim kering.
3.      Tiang.
Memiliki sumbu vertikal > daripada sumbu horisontal dan bagian atasnya membulat, biasanya banyak ditemukan di horison B tanah daerah iklim kering.
4.      Gumpalan bersudut.
Bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut tajam, memiliki sumbu vertikal = sumbu horisontal, biasanya banyak ditemukan di horison B tanah daerah iklim basah.
5.      Gumpalan membulat.
Bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat, memiliki sumbu vertikal = sumbu horisontal, biasanya banyak ditemukan di horison B tanah daerah iklim basah.
6.      Granuler.
Bentuk bulat agak kecil dan bersifat porus, biasanya banyak dijumpai di horison A.
7.      Remah.
Berbentuk bulat kecil dan bersifat sangat porus, biasanya banyak dijumpai di horison A.
(Nurhidayati. 2006. Bahan ajar Dasar-dasar Ilmu Tanah. Hal 53-54)










Ukuran Struktur.
            Ukuran struktur tanah berbeda-beda sesuai dengan bentuknya sebagai mana tertera pada tabel berikut :
Tabel 1. Ukuran struktur tanah.

Klasifikasi
Lempeng
Prisma dan Tiang
Gumpal
Granular
Remah
(mm)
Sangat halus
< 1
< 10
< 5
< 1
< 1
Halus
1 – 2
10 - 20
5 - 10
1 - 2
1 - 2
Sedang
2  - 5
20 - 50
10 - 20
1 - 5
2 - 5
Kasar
5 10
50 - 100
20 - 50
5 - 10
- 
Sangat kasar
> 10
> 100
> 50
> 10
-

Kemantapan atau Tingkat perkembangan struktur.
            Tingkat perkembangan struktur ditentukan berdasarkan atas kemantapan atau ketahanan struktur tanah terhadap tekanan, ketahanan struktur tanah dibedakan menjadi :

1.      Tingkat perkembangan lemah (Butir-butir struktur tanah mudah hancur)
2.      Tingkat perkembangan sedang (Butir-butir tanah agak sukar hancur)
3.      Tingkat perkembangan kuat (Butir-butir struktur tanah sukar hancur)
Hal ini sesuai dengan jenis tanah  dantingkat kelembapan tanah, tanah-tanah permukaan yang biasanya banyak mengandung humus bianya mempunyai tingkat perkembangan yang kuat. Tanh kering pada umumnya memiliki kemantapan yang enih tinggi dibanding tanah basah. Jika dalam menentukan kemantapan struktur tidak disebutkan kelembapannya karena biasanya dianggaptanah dalam mendekati keadaan kering atau sedikit lembab, karena dalam keadaan tersebut  struktur tanah dalam keadaan yang paling baik.
(Nurhidayati. 2006. Bahan ajar Dasar-dasar Ilmu Tanah. Hal 55-56)







BAB III
METODE KERJA

3.1  Alat dan Bahan.
·        Buret dan kaki statif
·        Penggaris
·        Petridis
·        Tissu
·        Erlenmeyer
·        Agregat tanah
·        Air
·        Corong

3.2   Cara kerja.
·        Mengisi buret dengan air hingga batas atas
·        Mengukur tinggi buret dari permukaan, yaitu 20 cm
·        Menghitung volume rata-rata 10 tetes air dari 3 kali pengulangan.
·        Meletakkan tanah diatas tissu pada petridis.
·        Meletakkan petridis dibawah tetesan buret (posisi tanah harus tepat di bawah tetesan buret)
·        Melakukan pengujian dengan menghitung rata-rata volum air yang diperlukan untuk menghancurkan agregat tanah dari 3 sampel agregat tanah.








BAB IV
HASIL PENGAMATAN

            Dari pengamatan yang dilakukan didapat data sebagai mana pada tabel 2 dan 3 berikut :
Tabel 2 Data hasil pengamatan.
Parameter yang diamati
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
P.1
P.2
P.3
P.1
P.2
P.3
P.1
P.2
P.3
a. Volume air 10 tetes (tetes)
0,4
0,7
0,6
0,4
0,4
0,5
0,4
0,4
0,4
b. Jumlah tetes untuk menghancurkan agregat tanah (tetes)
6
4
3
6
4
3
4
6
4

Tabel 3 Data hasil pengamatan.
Parameter yang diamati
Hasil pengamatan
Kel 1
Kel 2
Kel 3
a. Jumlah tetesan
10
10
10
b. Volume tetesan total (cm3)
0,4
0,43
0,56
c. Volume rata-rata setiap tetesan (b/c)
0,004
0,043
0,056
d. Jari-jari tiap tetesan = 3√ 3/4 C /π
0,212
0,217
0,235
e. Rata- rata jumlah tetesan untuk menghancurkan                                                                            agregat tahan
4,66
4,33
4,33
f. Energi potensial = m.g.h
4752,608
3649,324
3653,44

Kerterangan.
P.1 = Percobaan pertama
P.2 = Percobaan ke dua
P.3 = Percobaan ke tiga.





BAB V
PERHITUNGAN

            Adapun cara perhitungan dari hasil pengmatan khusus untuk kelompok 2 sebagai mana data yang tertera pada tabel diatas ialah sebagai berikut :
·        Volume tetes total (cm3)                        = (10 tetes pertama + 10 tetes ke 2 + 10 tetes ke 3)/3
= ( 0,4 + 0,4 + 0,5 ) / 3
= 0,43
·        Volume rata-rata tiap tetes                    = Volume tetes total/jumlah tetesan
= 0,43/10
= 0,043
·        Jari-jari tiap tetesan                               = (33/4.Volume tiap tetes) / π
= (33/4.0,043) / 3,14
= 0,217
·        Rata-rata tetes untuk                            
menghancurka agregat tanah                 = (6 + 4 + 3) / 3
=  4,33
·        Energi potensial                        = m.g.h
ü  m (massa air)                            = Volume air untuk meghancurkan agregar tanah
= Jumlah tetes x Volume 1 tetes
= 4,33 x 0,043
= 0,18619
ü  g (grafitasi)                               = 980 cm/detik2
ü  h (tinggi)                                   = Jarak antara ujung buret ke agregat tanah.
= 20 cm
            Jadi Ep                                                 = 0,18619 x 980 x 20
                                                                        = 3649,324 erg


BAB VI
PEMBAHASAN

            Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa energi potensial yang diperlukan untuk menghancurkan sampel agregat tanah ialah sebesar 3649,324 erg pada kelompok dua, 4752,608 erg pada kelompok satu dan 3653,44 erg pada kelompok tiga, dilihat dari hasil perhitungan ketiga kelompok memang Energi Potensial yang diperlukan untuk menghancurkan agregat tanah sedikit berbeda (kelompok 1 > 3 > 2 ) karena bentuk dan ukuran agregat yang digunakan kurang seragam antara kelompok 1, 2 dan 3, namun apabila masing-masing data tersebut diinterpretasikan maka hasil interpretasinya masih sama yaitu menandakan bahwa Agregat tanah yang di uji tingkat perkembangan struktur tanahnya masih lemah, karena masih mudah hancur. Maka dari itu perbedaan ini masih dapat ditoleran/diterima.
Kemantapan agregat tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut :
1.      Bahan Induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam pembentukan agregat, karena liat berfungsi sebagai pengikat yang diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.
2.      Bahan organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
3.      Tanaman
Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu celah-celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserp oleh tnaman tesebut.
4.      Organisme tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkna tanaman.Secara tidak langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarlan lagi menjadi bahan pengikat tanah.
5.      Waktu
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.
6.      Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah.
7.      Bahan perekat lain.
Bahan perekat tanah yang lainnya selain bahan organik adalah Ca dan Mg, Semakin tinggi kandungan Ca dan Mg maka kemantapan tanah akan semakin baik karena Ca dan Mg dapat berfungsi sebagai perekat partikrl-partikrl tanah yang dilakukan secara kimia.














BAB VII
KESIMPULAN

            Dari percobaan yang dilkukan maka dapat disimpulkan :
1.      Energi potensial yang diperlukan untuk menghancurkan sampel agregat tanah adalah sebesar 3649,324 erg pada kelompok dua, 4752,608 pada kelompok satu dan 3653,44 pada kelompok tiga.
2.      Hasil pengukuran Ep antara kelompok 1, 2 dan 3 memang sedikit berbeda namun masih dapat ditoleran.
3.      Tingkat perkembangan struktur dari tanah yang dijadikan sampel masih lemah (berlaku untuk semua kelompok, karena sumber sampel tanah yang digunakan sama).
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan atau kemantapan tanah ialah : Bahan induk, bahan organik tanah, tanaman, organisme tanah, waktu, iklim dan kandungan bahan perekat lain.
















Daftar Pustaka

Adi. 2010. Struktur tanah. http://taeki29.blogspot.com/2010/03/struktur-tanah.html. akses 17 Desember 2010.
Nugroho,bagus. 2008. Struktur tanah. http://bwn123.wordpress.com/2008/09/06/ struktur-tanah/. Akses 17 Desember 2010.
Nurhidayati. 2006. Bahan ajar Dasa-dasar Ilmu Tanah . Malang; Universitas Islam Malang. Halaman 53-56.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar